Dulu, saya pernah mengalami persoalan yang
cukup berat sebagai seorang anak muda: PHK, alias Putus Hubungan Kasih, alias
ditinggal pacar. Cukup lama waktu yang saya habiskan untuk memulihkan diri karena saat itulah saya merasakan
membaurnya benci dan sayang. Ya,
saya rasa anak muda umumnya akan mengaku dirinya ada dalam masalah besar ketika
hal ini terjadi. Bahkan ada yang bunuh diri ketika mengalaminya.
Saya pernah mendengar cerita lain
dari anak sekolah minggu saya kalau neneknya sulit menjemput kematiannya karena
hatinya dipenuhi dendam pada seseorang. Ia selalu menggeram dengan marah seumur
hidupnya ketika menyebut nama orang itu. Ia tak bisa mengampuni.
Masalah-masalah seperti mengampuni dan merelakan tak kunjung hilang karena kita tanggapi dengan cara mengasihani diri
sendiri dengan kelewatan. Hal ini kontras dengan kebaikan yang Tuhan berikan kepada
kita setiap pagi. Kasih-Nya yang tak berkeputusan semestinya membuat kita bersyukur
dan meninggalkan kesusahan, luka, dan dendam di hati kita.
Kita perlu sadar bahwa setiap orang punya
kesusahannya sendiri-sendiri. Saat kita melintas di pasar atau sebuah kerumunan
yang berisi orang-orang yang tidak mengenal kita, siapa yang peduli dengan
persoalan yang kita hadapi? Atau, pernahkah kita juga peduli dengan masalah
orang-orang yang tidak kita kenal dalam kerumunan itu?
Kita memang berharga di mata-Nya. Tapi
keberhargaan itu tak lantas membuat kita mengasihani diri sendiri karena merasa
terlalu berharga, sehingga saat mengalami penderitaan kita kerap merasa sebagai
orang yang paling malang di muka bumi. -- Sidik Nugroho
"Kesusahan sehari cukuplah untuk
sehari. Kekhawatiran tak membuat hidup kita sehasta lebih panjang."