January 4, 2014

Pilihan yang Menentukan Jati-Diri Kita

Dalam sebuah percakapan antara Profesor Dumbledore dan Harry Potter di buku Harry Potter dan Kamar Rahasia, baik Sang Profesor maupun Harry menyadari kalau Harry Potter adalah anak dengan bakat sihir luar biasa, yang pantasnya masuk dalam asrama atau kelompok penyihir Slytherin. Di Slytherin, dulu ada seorang penyihir hebat yang kejam bernama Lord Voldemort.

Harry pantas masuk ke Slytherin karena ia bisa berbicara kepada ular, sebuah kesaktian yang jarang dimiliki para penyihir, tapi juga dimiliki Lord Voldemort. Bahkan, saat ia masuk pertama kali di sekolah sihir Hogwarts, sebuah topi sihir, Topi Seleksi namanya, menyatakan dia akan berhasil jadi penyihir hebat bila berada Slytherin. Namun, Harry memutuskan untuk berada di Gryffindor, sebuah kelompok sihir yang lebih banyak melahirkan penyihir baik.

Dumbledore terpana dengan keputusan Harry. Ia menyatakan kesetujuannya. "Bukan kemampuan kita yang bisa menunjukkan siapa diri kita, namun pilihan kita," kata Profesor itu. Seringkali, tanpa disadari, kita berupaya menonjolkan kemampuan lahiriah kita. Dengan kemampuan hebat itu kita akhirnya memegahkan diri dan menganggap diri kita lebih baik dari orang lain. Saat kemampuan hebat bisa kita demonstrasikan, saat itu pula terbentang berbagai pilihan yang harus kita ambil.

Namun, bagi orang bijaksana, mendemonstrasikan kemampuan tidaklah seberapa penting, kecuali ia memang perlu melakukannya. Bakat yang besar tak serta-merta membuat seseorang menjadi bijaksana. Begitu banyak orang lahir dengan bakat hebat, tetapi kemudian menyia-nyiakannya begitu saja. Semakin bijaksana seseorang, ia perlu semakin pandai memilah-milah apa yang harus ia tunjukkan atau simpan. -- Sidik Nugroho

"Banyak orang yang kaya, pintar, dan tenar karena berasal dari keluarga yang hebat. Namun, banyak juga mereka yang mampu meraih ketiganya karena memilih demikian."