January 16, 2014

Pernikahan: Kunci Kebahagiaan?

Tiap kali bertemu dengan saya, beberapa teman -- terutama teman-teman lama -- selalu menanyakan, "Kapan menikah? Sudah punya calon atau belum?" Saya tidak bisa menyalahkan pertanyaan ini. Hal ini sudah menjadi anggapan pada umumnya di masyarakat: bila kita sudah bekerja, maka kita semestinya menikah. Anggapan itu bisa digeser bila seseorang memberikan jawaban bahwa ia seorang biarawan atau biarawati -- orang-orang akan segera memakluminya.

Begitulah, memiliki seorang istri atau suami, juga sebuah keluarga, memang kerap dijadikan tolok ukur kebahagiaan. Tidak salah. Namun, itu tidak selalu benar. Hal itu akan salah bila semua orang yang belum atau tidak menikah -- dan belum atau tidak berkeluarga -- dicap sebagai orang-orang yang tidak berbahagia. Padahal, orang-orang yang tidak menikah bisa melakukan sesuatu yang lebih besar bagi masyarakat daripada orang-orang yang sudah menikah -- walau ada juga orang yang tidak mau menikah karena enggan berkomitmen dan lebih suka kumpul kebo.

Alfred Nobel, Isaac Newton, Romo Mangunwijaya, Bunda Teresa, Paulus, bahkan Kristus, tidak menikah. Dan, walaupun tidak menikah, hidup mereka mendatangkan manfaat yang besar bagi orang lain dan masyarakat. Adakah yang berani menyatakan bahwa mereka tidak bahagia dengan kondisi membujang seumur hidup seperti itu? Malah, saya menduga, bila mereka menikah, mungkin pencapaian dan pengaruh mereka bagi dunia tidak sebesar yang sudah mereka wariskan hingga kini karena mereka akan lebih sibuk mengurusi rumah tangga.

Nah, bila Anda belum menikah, pertanyaannya: apakah Anda bahagia? -- Sidik Nugroho

"Menikah dan tidak menikah sama baiknya selama seseorang dapat hidup berbahagia dan bermanfaat bagi sesamanya."