January 9, 2014

Peti Mati yang Mahal

Beberapa waktu yang lalu saya menerima berita kematian seorang anak kecil yang telah saya doakan agar sembuh. Saya terkejut dan sedih. Ia baru berusia 6 tahun. Pengalaman ini bukan yang pertama kali. Sejak beberapa tahun lalu, belasan orang lain ikut saya doakan dan "antarkan" dengan petikan gitar karena saya sering pelayanan dengan pendeta yang menangani kematian di gereja kami. Dia berkhotbah dan memimpin pujian, saya yang bergitar.

Lain pula kisah yang terjadi pada sebuah keluarga kaya empat tahun lalu. Yang meninggal adalah pemimpin keluarga itu, sang ayah. Karena begitu kayanya, peti mati yang digunakan sangat bagus. Di salah satu sisinya terukir dengan indah Perjamuan Terakhir: Yesus dan murid-murid-Nya makan bersama terakhir kali sebelum disalib.

Maut dapat menjemput kapan saja pada setiap orang. Itu bisa terjadi pada anak kecil, juga pada orang tua. Mungkin saja, hari ketika Anda membaca renungan ini adalah hari terakhir hidup Anda. Bukan untuk menakut-nakuti, namun demikianlah adanya. Setiap orang tak ada yang tahu dengan tepat kapan ia terakhir kali menghembuskan napas hidupnya.

Mungkin kita tak diantarkan dengan peti mati yang mahal bila kita dipanggil pulang, seperti yang tadi saya kisahkan. Namun, hidup kita dapat menjadi "mahal" dan sangat berharga karena telah dijalani dengan cinta, pengabdian dan bakti bagi-Nya. Saat itu kita akan meninggalkan segala yang fana di dunia dengan tenang dan penuh kepercayaan bahwa kita akan disambut dengan gegap-gempita malaikat surga. Kita begitu berharga saat itu... sangat percaya diri. -- Sidik Nugroho

"Yang menentukan harga diri kita adalah Pencipta dan Pemilik kita."