January 18, 2014

Guru Sejarah Panutan

Waktu SMA, saya mengambil jurusan IPA saat naik kelas 3. Hal ini sedikit banyak dipengaruhi oleh harapan orangtua saya yang ingin agar saya menjadi dokter. Namun, dalam kegiatan pembelajaran di kelas, saya selalu bosan. Satu-satunya guru yang membuat saya merasa bisa menerima pelajaran adalah guru Sejarah. Apa sebabnya? Sederhana saja: dia bercerita dengan penuh semangat.

Bila guru Sejarah saya bercerita, hampir semua siswa terdiam, mendengarkan ceritanya. Seingat saya, dia jarang memberi tugas yang berat, mengingat pelajaran Sejarah hanya dijadwal satu jam pelajaran dalam seminggu. Guru ini jarang duduk, suka berdiri, menggunakan ekspresi wajahnya, kedua tangannya, dan berbagai gerak tubuh lainnya untuk mendukung cerita-cerita sejarahnya.

"Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi," demikian yang tertulis dalam Pengkhotbah 9:10. Kitab Pengkhotbah cukup banyak menuliskan kata-kata "kesia-siaan" dan "usaha menjaring angin"; pekerjaan, ucapan syukur, dan kegembiraan adalah hal-hal yang  membuat kehidupan seseorang jadi berharga.

Kualitas suatu pekerjaan dilihat dari kesungguhan hati yang ada pada seorang pekerja. Kualitas pekerjaan bukan dilihat dari seberapa bagus pakaian dan dasi seseorang, seberapa mahal kursi yang diduduki seseorang saat bekerja, atau seberapa tinggi dan mewah bangunan yang menjadi tempat kerja seseorang. Kualitas pekerjaan diukur dari seberapa besar semangat yang ada dalam hati seseorang. Semangat yang besar melahirkan totalitas, dan totalitas pasti melahirkan hasil yang baik di kemudian hari. -- Sidik Nugroho

"Semangat yang besar adalah awal yang baik untuk menekuni, menggeluti, dan mempelajari sesuatu."